Minggu, 07 April 2013

TUGAS 1 KESEHATAN MENTAL



Pengertian Kesehatan Mental
Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial). Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya. Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. M. Jahoda, seorang pelopor gerakan kesehatan mental, memberi definisi kesehatan mental yang rinci. Dalam definisinya, “Kesehatan mental adalah kondisi seseorang yang berkaitan dengan penyesuaian diri yang aktif dalam menghadapi dan mengatasi masalah dengan mempertahankan stabilitas diri, juga ketika berhadapan dengan kondisi baru, serta memiliki penilaian nyata baik tentang kehidupan maupun keadaan diri sendiri.”

Konsep Kesehatan Berdasarkan Dimensinya

·         Dimensi Emosi
Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, hal yang begitu saja terjadi dalam hidup kita. Misalnya jika kita mempunyai perasaan sedih, senang, marah, takut, benci, cinta dan lainnya, sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi pada kita.
Jadi kesimpulannya, kondisi emosional kita sehat dapat terlihat dari kita mengekspresikan emosi-emosi kita disaat yang tepat. Misalnya, jika norang lain memarahi kita, padahal kita tidak bersalah, maka kita merasa marah bukannya senang.



·         Dimensi Intelektual
Kesehatan intelektual adalah suatu dimana seseorang mampu mengendalikan  kecerdasannya untuk berfikir, berfikir baik maupun buruk. Kesehatan intelektual sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun memecahkan masalah yang di hadapi. Kesehatan intelektual juga dapat terlihat dari fikiran seseorang yang memiliki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau dalam mengambil keputusan.
Jadi kesehatan intelektual itu adalah kesehatan fikiran dimana seseorang dapat berfikir jernih dan dapat membedakan mana yang baik dan yang benar. Sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dengan tenang dan tepat.

·         Dimensi Sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial,ekonomi,politik dan sebagainya  serta saling toleran dan menghargai . Kesehatan  sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sekitarnya, sehingga mampu untuk hidup bersama dengan masyarakat  lingkungannya.
Jadi orang yang dimensi sosialnya sehat dapat menjalin hubungan silahturahmi yang baik dengan orang lain dan juga memliki sikap toleransi yang baik terhadap orang-orang yang memiliki perbedaan dengannya, sehingga ia dapat menjaga pertemanan atau persaudaraannya dengan orang lain.

·         Dimensi Fisik
Kesehatan fisik adalah suatu keadaan dimana bentuk fisik dan fungsinya tidak ada gangguan sehingga memungkinkan perkembangan psikologi dan sosial dapat  melakukan kegiatan sehari -hari dalam kondisi yang  baik atau optimal. Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi) dalam mempertahankan  kesehatannya.
Jadi kesehatan fisik juga berpengaruh pada perkembangan psikologi dan sosial seseorang, jika perkembangan fisiknya bagus maka mempengaruhi perkembangan fisik dan psikologinya dapat berjalan dengan baik.

·         Dimensi Spiritual
Spiritual yang sehat dapat terlihat dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan  ibadah  dan semua  aturan – aturan  agama yang dianutnya .
Jadi seseorang yang memiliki kesehatan spiritual yang baik adalah orang yang menjalankan norma dan aturan yang tidak menyimpang dari ajaran agamanya. Contohnya, ia tidak mengikuti agama-agama dengan ajaran yang sesat seperti yang banyak bermunculan belakangan ini.

Teori Perkembangan Kepribadian Menurut Erik Erikson

1.      Masa Bayi
Menurut Erikson, masa bayi adalah masa pembentukan, dimana bayi “menerima” nukan hanya melalui mulut, namun juga melalui organ indra lainnya. Contohnya melalui mata, bayi menerima rangsangan visual. Sebagaimana mereka menerima makanan dan informasi sensori, bayi mbelajar untuk mempercayai dan tidak mempercayai dunia luar, keadaan yang memberikan harapan tidak nyata. Olej karena itu, masa bayi  ditandai oleh gaya psikoseksual sensori-oral, krisis psikososial rasa percaya dasar versus rasa tidak percaya dasar, dan kekuatan dasar harapan.

2.      Masa Kanak-kanak Awal
Bagi Erikson, pada masa kanak-kanak, mereka mendapat kesenanagan bukan hanya karena menguasai otot sirkular yang dapat berkontraksi (sphincter), namun juga menguasai fungsi tubuh lainnya, seperti buang air kecil, jalan, memegang dan seterusnya. Selain itu, anak-anak mengembangkan rasa kendali akan lingkungan interpersonal mereka, juga pengukuran dari kendali diri. Akan tetapi, masa kanak-kanak awal juga merupakan masa dimana anak-anak mengalami rasa ragu dan malu karena mereka belajar bahwa banyak usaha mereka akan otonomi tidak berakhir dengan sukses.
3.      Usia Sekolah
Konsep usia sekolah Eriskon meliputi perkembangan dari usia 6 tahun hingga sekitar usia 12 atau 13 tahun an cocok engan tahun-tahun masa laten dalam teori Freud. Pada usia ini, dunia social anak-anak meluas di luar lingkungan keluarga, mencakup kelompok teman, guru, dan panutan dewasa lainnya. Untuk anak usia seklah, keinginan mereka untuk mengetahui sesuatu menjadi lebih kuat danterkait dengan usaha dasar akan kompetensi. Pada perkembangan normal, anak-anak berusaha dengan rajin untuk membaca dan menulis, berburu dan memancing, atau untuk mempelajari keterampilan yang dibutuhkan oleh kultur mereka. Usia sekolah tidak harus berarti sekolah formal. Dalam budaya pandai baca-tulis kontemporer, sekolah dan guru professional memainkan peranan utama dalam pendidikan anak, sedangkan pada masyarakat yang belum bisa baca-tulis, orang dewasa menggunakan metode efektif yang kurang formal, namun efektif untuk mengajarkan anak-anak mereka mengenai masyarakat.

4.      Remaja
Erikson melihat remaja sebagai periode latensi sosial, seperti ia melihat usia sekolah sebagai periode latensi seksual. Walaupun remaja berkembang secara seksual dan kognitif, di sebagian besar masyarakat Barat mereka diperbolehkan untuk menunda komitmen jangka panjangnya terhadap suatu pekerjaan, pasangan seksual, atau filosofi adaptif akan kehidupan. Mereka diizinkan untuk mengalami berbagai cara dan untuk mencoba peran-peran serta keyakinan baru ambil mencari-cari untuk mencapai rasa ego identitas. Jadi, remaja adalah fase adaptif dari perkembangan kepribadian atau periode mencoba-coba.

5.      Dewasa Muda
Pada masa dewasa muda, yaitu masa dari sekitar usia 19 sampai 30 tahun, tidak terlalu dibatasi oleh waktu, namun dimulai dengan adanya keintiman di awal tahapan dan perkembangan generativitas di akhir. Untuk sebagian orang, tahapan ini cukup singkat hanya bertahan mungkin selama beberapa tahun. Untuk yang lainnya, dewasa muda mungkin berlanjut selama beberapa decade. Dewasa muda harus mengembangkan genitalitas yang matang, mengalami konflik antara keintiman dan keterasingan, serta memperoleh kekuatan dasar cinta.

6.      Usia Lanjut
Pada masa ini, bukan berarti seseorang sudah tak lagi menghasilkan (generative). Prokreasi, dalam artian sempit menghasilkan anak, mungkin sudah tidak lagi, namun orang dengan usia lanjut tetap bisa produktif dan keratif dalam banyak cara lain. Seperti dengan merawat cucu-cucu mereka. Usia lanjut dapat menjadi masa kesenangan, keriangan dan bertanya-tanya, namun juga masa akan kepikunan, depresi, dan keputusasaan.

Teori Perkembangan Kepribadian Menurut Sigmund Freud  
1.      Fase Oral
Bayi mendapat kesenangan pertamanya melalu mulut. Bayi mendapatkan zat-zat nutrisi untuk mempertahankan hidup melalui aktivitas oral, tetapi selain itu, mereka juga memperoleh kesenangan dari perilaku mengisap tersebut.Tujuan seksual dari aktivitas oral awal ini adalah untuk mengambil atau menerima objek pilihan, yaitu outing susu ke dalam tubuh bayi.

2.      Fase Anal
Selama periode anal awal, anak memperoleh kepuasan dan merusak atau menghilangkan objek. Pada masa ini, sifat menghancurkan dari dorongan sadistis lebih kuat dibandingkan dengan dorongan erotis, sehingga anak –anak seringkali bertindak agresif pada orang tua karena membuat mereka frustasi dengan latihan penggunaan toilet (toilet training). Pada tahap oral dan anal tidak ada perbedaan mendasar antara perkembangan psikoseksual pria dan wanita.


3.      Fase Falik
Pada kira-kira tahun ke-3 atau ke-4, anakmemulai tahap ketiga dari perkembangan infantil, fase falik. Yaitu fase dimana wilayah genital menjadi zona erogen utama. Tahap ini ditandai pertama kalinya lewat dikotomi antara perkembangan pria dan wanita. Ringkasnya fase falik pada laki-laki dan perempuan mengambil jalan yang berbeda. Pertama, kompleks kastrasi pada anak permepuan terwujud dari rasa iri akan penis, bukan kecemasan kastrasi. Kedua, rasa iri akan penis terjadi sebelum Oedipus complex perempuan, sedangkan pada anak laki-laki justru sebaliknya, yaitu kecemasan kastrasi mengiktui Oedipus complex. Ketiga, karne rasa iri akan penis terjadi sebelum Oedipus complex perempuan, maka anak perempuan tidak mengalami perisitwa traumatis seperti yang dialami anak laki-laki dengan kecemasan kastrasinya. Keempat karena perempuan tidak mengalami peristiwa traumatis ini, maka Oedipus complex pada perempuan terjadi lebih lambat dan tidak selesai dengan tuntas dibandingkan dengan Oedipus complex laki-laki.

4.      Fase Laten
Fase Latne ini sebagian dimunculkan oleh upaya orang tua untuk menghukum atau mencegah aktivitas seksual. Akan tetapu fase laten ini biasanya juga berakar pada peninggalan filognetis kita. Berlanjutnya masa laten ini diperkuat oleh supresi terus-menerus oleh orang tua juga guru dan oleh perasaan-perasaan internal seperti rasa malu, rasa bersalah, dan moralitas., mencapai tujuan-tujuan dari dorongan tersebut. Sekarang, libido yang muncul dalam bentuk pencapaian social dan cultural. Selama periode ini, anak-anak membentuk group atau ‘geng’, hal yang tak mungkin terjadi di masa infantile ketika dorongan seksual sepenuhnya bersifat autorotis.

5.      Fase Genital
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas dan seterusnya. Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan. Pertama, remaja melepaskan otot-erotismenya dan mengarahkan energy seksualnya kepada orang lain dan tak lagi pada diri mereka sendiri. Kedua, di masa ini reproduksi dapat dilakukan. Ketiga, Sekalipun rasa iri pada penis terus bertahan pada anak perempuan, bagi mereka, vagina kini mendapatkan status yang sama seperti penis pada masa bayi. Serupa seperti anak perempuan, anak laki-lai melihat organ perempuan sebagai objek yang mereka cari dan bukan sebagai sumber trauma.. Keempat, seluruh dorongan seksual mengalami organisasi yang lebih utuh dan komponen-komponen dorongan yang semula beroperasi secara terpisah-pisah diawal periode infantil kini mengalami sintesis selama masa remaja.

Teori Kepribadian Menurut Gordon Allport
            Menurut Allport pribadi yang sehat biasanya mempunyai masa kecil yang relative tidak traumatis walaupun pada tahun-tahu berikutnya mereka dapat menghadapi konflik dan penderitaan. Orang-orang yang sehat secara psikologis tidak terbebas dari kelmahan-kelmahan ataupun keanehan-kenaehan yang membuat mereka unik. Selain itu, usia juga tidak diperlukan untuk kedewasaan, walaupun manusia yang sehat kelihatan menjadi lebih dewasa saat mereka bertambah umurnya.
            Allport mengidentifikasikan enam kepribadian yang matang, yaitu :
1.      Perluasan perasaan diri. Pribadi yang matang terus mencari untuk dapat mengidentifikasi diri dan berpartisipasi dalam kejadian yang terjadi diluar diri mereka.
2.      Hubungan yang hangat dengan orang lain. Mereka mempunyai kapasitas untuk mencintai orang lain dalam cara-cara yang intim dan simpatik dengan orang lain.
3.      Keamanan emosional dan penerimaan diri. Pribadi yang matang menerima diri mereka apa adanya, dan memiliki apa yang disebut Allport seagai keseimbangan emosional.
4.      Persepsi yang realistis. Mereka tidak hidup di dalam dunia fantasia tau membelokkan kenyataan agar sesuai dengan harapan dengan mereka.
5.      Insight dan humor. Pribadi yang matang mengenal dirinya sendiri, sehingga tidak mempunyai kebutuhan untuk mengatribusikan kesalahan dan kelemahannya kepada orang lain.
6.      Filosofi kehiudpan yang integral. Manusia yang sehat mempunyai pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Feist, J & Feist (2010). Teori Kepribadian, edisi 7, buku 1. Jakarta: Salemba Humanika
Feist, J & Feist (2011). Teori Kepribadian, edisi 7, buku 2. Jakarta: Salemba Humanika
Sutardjo A. Wiraminardja.(2010).Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika aditama

Semioun, yustinus.(2006). Kesehatan Mental 1.Yogyakarta : Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar