Kasus 1 :
PERUSAHAAN TERBESAR BIDANG FOTOGRAFI BANGKRUT
Salah satu perusahaan dari Amerika yang dikenal sebagai perusahaan peralatan fotografi terkemuka di dunia kini jatuh bangkrut setelah gagal beradaptasi dengan kemajuan teknologi di tengah populernya kamera digital dan ponsel pintar berfitur kamera. Menurut kantor berita Reuters, Perusahaan tersebut mengajukan perlindungan pailit ke Pengadilan di Kota New York pada Rabu waktu setempat. Di AS, perusahaan yang jatuh bangkrut berhak mengajukan perlindungan pailit ke pengadilan, sesuai peraturan yang dikenal sebagai Chapter 11, agar tidak sampai dilikuidasi.
Selanjutnya pengadilan akan
menentukan apakah perusahaan yang bangkrut ini, sesuai kesepakatan dengan
pihak-pihak kreditur, bisa diselamatkan melalui penjualan aset atau
restrukturisasi korporat.
Didirikan 130 tahun lalu, perusahaan
Amerika itu pernah merajai industri peralatan fotografi, seperti penjualan
kamera dan film. Bahkan perusahaan ini pula yang memperkenalkan teknologi
kamera digital.
Perusahaan yang selama dekade 1980an
hingga 1990an sudah merasa nyaman sebagai pemain nomor satu industri fotografi.
Konsumen kini sudah meninggalkan pemakaian film - yang menjadi bisnis inti
perusahaan ini - dan sejumlah kompetitor mengembangkan produk kamera digital.
Apalagi kini muncul teknologi ponsel pintar, yang dilengkapi dengan kamera
beresolusi tinggi.
Dalam beberapa tahun terakhir,
pendapatan perusahaan pun terus menurun tajam. Dulu mempekerjakan lebih dari 60.000
orang di mancanegara, kini hanya memiliki sekitar 7.000 pekerja. Kalangan media
massa beberapa hari lalu sudah memperkirakan bahwa perusahaan ini terancam
jatuh bangkrut. Manajemen
perusahaan sempat menyatakan akan fokus ke industri percetakan dan produk
konsumen lain. Namun strategi itu gagal. Kini, demi bertahan hidup, perusahaan
berupaya mengandalkan penjualan sekitar 1.100 hak paten teknologi produk
fotografi.
Menurut pendapat saya mungkin
kebangkrutan ini terjadi karena perusahaan tersebut kurang mengamati
perkembangan teknologi dari tahun ke tahun yang semakin maju. Dan juga kurang
dapat mengimbangi persaingan dengan perusahaan-perusahaan lain yang menciptakan
produk yang lebih canggih dan berinovasi tiap tahunnya. Serta mungkin karena
perusahaan ini yang merasa selalu menjadi yang terbaik selama hampir 10 tahun.
Sehingga tidak memperhatikan perusahaan lain yang mulai siap bersaing dengan
produk-produk canggih lainnya. Harusnya perusahaan ini lebih memperhatikan
perkembangan zaman yang semakin pesat dunia teknologi sehingga dapat memuaskan
permintaan masyarakat dengan produk –produk ciptaannya.
Kasus 2 :
BURUKNYA MANAJEMEN ORGANISASI SEPAKBOLA INDONESIA
Belakangan ini salah satu organiasasi sepakbola di Indonesia banyak disorot
untuk melakukan berbagai perubahan di dalamnya. Masyarakat menuntut organiasasi
tersebut untuk memperbaiki kinerjanya. Selain dari masyarakat, pemerintah pun
menyerukan hal yang sama.
Perkara ini disebabkan oleh berbagai ketidakberesan yang terjadi di dalam
organisasi. Mereka dinilai gagal dalam membangun persepakbolaan Indonesia.
Jangan dulu membicarakan prestasi internasional timnas Indonesia, di lingkungan
nasional saja masih banyak hal harus dibenahi. Carut marut semakin parah ketika
banyak terjadi dugaan korupsi di dalam tubuh organiasasi ini. Krisis
kepercayaan terhadap pengurus organisasi semakin menguatkan dorongan untuk
mengubah organisasi ini.
Akan tetapi berbagai tuntutan yang diajukan oleh banyak pihak tidak
digubris oleh organiasasi ini. Mereka terkesan menutup diri dari pendapat dan saran
yang diberikan oleh publik sepakbola Indonesia. Berbagai upaya yang dilakukan
untuk mengubah organisasi organiasasi ini mulai dari demonstrasi, Kongres
Sepakbola Nasional, pembuatan liga tandingan senantiasa digagalkan oleh
petinggi organisasi. Bahkan intervensi yang akan dilakukan oleh pemerintah,
mereka malah balik menantang pemerintah dan menyalahkan pemerintah. Mereka
seolah-olah merasa tidak ada yang salah dengan apa yang terjadi di
organisasinya.
Menurut saya buruknya
manajemen organisasi ini karena arogansi para pemimpin di organiasasi yang
selalu merasa dirinya benar dan tidak mau mendengarkan pendapat publik. Padahal
publik hanya ingin membantu memberi masukan agar organisasi ini dapat
memperbaiki kinerja mereka. Serta karena mereka merasa memiliki organiasasi
yang kuat, mungkin hal tersebut merupakan hal yang positif namun jika terlalu berlebihan
justru malah menjadi hal yang merugikan. Karena pengurus merasa bahwa
organisasi ini miliknya dan dapat sesuka hati mereka untuk membawa kemana
organisasi ini tanpa menerima masukan dari orang-orang yang ingin membantu.
Harusnya mereka lebih mendengarkan pendapat publik dan bisa menerimanya, jangan
seperti katak dalam tempurung, karena tidak selamanya manusia itu benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar